Tuesday, January 21, 2014
Browse »
home»
bungkus
»
cerpen
»
dita
»
nasi
»
untuk
»
Cerpen Nasi Bungkus Untuk Dita
Aku tak pernah mendapatkan apa yang aku inginkan, tapi mencoba untuk selalu berusaha untuk dapat mencapainya. Walau banyak keterbatasan tapi tidak aku jadikan keterbatasan sebagai alasan. Hidup ku hanya bergantung pada Payung dan Hujan, Kecrek dan Keramaian. Oya, namaku Dito, nama panjangku Dito Pratama. Umurku 11 tahun, aku berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah ku menderita kelumpuhan sekitar 2 tahun yang lalu, sedangkan Ibu, Ibu ku sudah lama meninggal saat aku duduk di kelas 1 SD, Ibu meninggal Dunia saat berusaha melahirkan adik ku yang sekarang ini dia berusia 5 tahun dan dia bernama Dita Dwi Permata.
Keadaan yang memaksa aku untuk menjadi tulang punggung di keluargaku. Pagi ini seperti biasa aku bangunkan Ayah dan Dita untuk shalat berjamaah. Kulihat begitu lelapnya Ayah dan Dita tidur, raut wajah Ayah yang lusuh membuat aku semakin semangat untuk selalu bisa membuat mereka bahagia, Dita dan Ayah tidur hanya di beralaskan kardus dan tikar yang ku beli sebulan yang lalu dari hasil celengan, dan berselimutkan sarung yang Ibu gunakan dulu saat melahirkan Dita Adik ku. "Yahhhh,,, bangun yuk, udah masuk waktunya shalat subuh yah !"
"Dik,, Bangun yuk sayang, kita shalat berjamaah, sebentar lagi waktu nya habis dik".
Kata ku sambil ku elus-elus kaki Ayah dan Dita.
"Iya nak, mari kita berjamaah, bangunkan Adik mu untuk segera bangun dan ambil air wudhu". jawab ayah. Dan aku coba bangunkan Dita sekali lagi.
"Dik bangun, ayo berjamaah".
"Emmmmmmm,,, aku masih ngantuk ka" Jawab Dita malas. "Dik kita shalat gak sampai 1 jam kok, sehabis shalat baru lah kamu lanjutkan tidur mu". sambungku, sambil ku buka sarung yang melekat di tubuh bocah kecil itu.
Dengan malas Dita pun bangun dan ikut berjamaah dengan Ayah dan Aku, setelah shalat selesai, di pertengahan do’a Aku meminta dan memohon pada Allah agar diberikan kemudahan untuk semua kesulitan ku, diberikan keberkahan dalam setiap langkah kaki ku, dan dimudahkan rejeki untuk menghidupi Ayah dan Adik ku. Oya, Aku tinggal disebuah gubuk sederhana tepatnya di bawah salah satu jembatan di Jakarta. Tempat ini yang orangtua ku tempati dari sejak sebelum aku dilahirkan. Dan aku belajr di sebuah sekolah khusu anak jalanan, dan yang mendirikan sekolah ini adalah para mahasiswa yang peduli akan nasib anak jalanan, tempatnya tak jauh dari rumah ku, sekolah itu belum lam berdiri, tempatnya terbuka yang masih menyatu dengan lingkunga. Meja dan peralatan sekolah mereka berikan Cuma-Cuma pada kami. kakak-kakak mahasiswa yang kami sebut sebagai guru sangan baik. Aku dan teman-teman ku sangat nyaman dan senang berad di tempat itu.
Jam sudah menunjukan pukul 09:00 waktunya aku berngkat sekolah. "Yah,, Dito berangkat ke sekolah yah"" sambil ku ulurkan tangan ku pada ayah dank u cium tangan nya.
"Iya Nak, kamu baik-baik disana ya, jangan nakal, hormati orang yang lebih tua dari mu, belajar yang bener perbaiki nasib kita, berikan contoh baik pada Adik mu" jelas Ayah. Mendengar ayah mengatakan hal itu jantungku berdebuk cepat ambisi semakin memuncak, itu sebuah motifasi untuk ku.
"Baik Yah, ditto faham dan Dito mengerti apa yang Ayah maksud" jawab ku dengan suara bergetar.
"Kak Dito pulang nya bawa makan untuk Dita dan Ayah ya" pinta Dita polos.
"Iya Dik insya Allah Kakak bawakan makan, mudah-mudahan ada rejeki untuk kita hari ini ya, dan kakak pesan pada mu jaga Ayah, Kakak gak akan lama kok".
"Iya kakak oke deh" jawab Dita tegas.
"Assalamualaikum" Aku pamit.
"Waalaikum salam hati-hati ya" jawab Ayah dan Dita
Sesampainya di sekolah ternyata teman-teman ku sudah banyak yang datang hanya aku yang belum datang, hari ini tidak biasanya Guru kami belum datang.
"ini belum masuk Farid ?" Tanya ku pada Farid teman ku.
"Belum nampaknya To, mungkin ada keperluan kampus kali" jawab Farid.
"oh, iya mungkin ya", sambil menunggu guru datang aku dan teman-teman belajar apa yang sudah di berikan oleh guru kami. sekitar pukul 09:30 barulah guru kami datang. Oya, Guru ku hari ini adalah Kak Rini, beliau masih berumur 19 Tahun, beliau adalah guru termuda kami, Cantik, Baik dan bersahaja.
"Assalamualaikum Adik-Adik ?".
"Waalakumsalam Kakak guru Rini", serentak kami menjawab salam nya.
"Aduhh, Kakak minta maaf ya, kakak telat, soalnya tadi ada kepentingan di kampus yang gak bisa kaka tinggalin adik-adik" Jelas Kak Rini.
Farid membisiki ku "tuh kan apa yang aku bilang tadi", "Iya Rid benar" jawab ku.
"Ayo adik-adik ayo mulai belajar kita, materi hari ini kakak ingin tahu cita-cita kalian dan dan motifasfi kalian, semua ditulis yang rapi ya, nanti dibacakan se orang-seorang ke depan"
"Baik kakak guru" semua murid serempak menjawab
"Ada yang di tanyakan untuk hal ini"
"Kak sebanyak apa ?" Tanya salah satu teman ku.
"Sebanyak Cita-Cita mu dan sebanyak motifasi mu Dik Iyas" jawab kakak Rini lembut.
Semua murid terlihat antususias menanggapi tugas ini. dan aku menuliskan cita-cita dan motifasi ku :
Ayah, Ayah kini telah menjalankan ujian yang Allah berikan padanya,
Ibu pun telah pergi menghadap padanya yang maha kuasa,
Adik ku masih berumur 5 tahun, sering sekali Dita menanyakan Ibu pada ku dan Ayah, jawaban Ayah dan aku sama Ibu pergi jauh dik, dia sudah di surga.
Mereka yang terpenting dalam hidup ku, mereka semangat ku, mereka nafas ku, mereka raga ku dan mereka denyut nadi ku. Semua keadaan ini patut aku syukuri, bersyukur masih dapat menikmati indahnya kebersamaan, menatap senyum yang terpancar dari orang-orang yang ku sayang saja sangat membuat ku senang. Kebersamaan yang sederhana ini semoga selalu hdir dan temani setiap hari-hari ku. Dari kesederhanaan ini banyak menciptakan hal-hal positif, dan memotifasiku semakin yakin, kalau nasib masih bisa di rubah. Dari keterbatasan factor ekonomi aku dapat menjad seorang yang mandiri, Kreatif, Kritis, disiplin dan taan kepada perintah allah.
Cita-Cita ku dari kecil adalah, aku ingin menjadi seorang pengusaha yang sukses dan lancer, mejnadi bisnis man, yang dapat menciptakan banyak lapangan kerja, karna aku rasa penagngguran di jaman modern ini semakin banyak, agar tidak adalagi kriminalitas dan pengangguran. Dan aku selalu ingat nasihat yang Kakak guru berikan padaku yaitu "Berusaha untuk tidak menghitung kesulitan, karna jika terlalu sering menhitungnya, kemudahan akan terasa biasa saja".
Semua murid diminta unutk membacakan hasil tulisan mereka ke depan, setelah semua murid telah membacakan tulisan nya, giliran Dito.
"Dito, sekarang giliran kamu membacakan tulisan mu kedepan" perintah Kakak Guru.
karna sebelumnya aku belum pernah maju kedepan untuk membacakan tulisan ku, badan ku terasa panas dingin, jalan ku pun tak karuan, keringat bercucuran, dan lebih parahnya tangan ku bergetar saat membacakan tulisan nya. Kakak Guru melontarkan senyuman yang membuatku sedikit tenang.
"Dito, Luarbiasa sekali, tulisan dan cerita kamu sangat bagus, Kakak suka. Kamu cerdas" Kakak Guru mengacungkan jempol.
"Terimaksih kak". Jawab ku.
Pelajaran hari ini sudah selesai.
"Adik-adik belajar hari ini kita sudahi sampai sini saja ya, esok Kakak Singgih yang akan mengisi kegiatan belajar kalian, karna besok Kakak ada jam masuk kuliah!" jelas Kak Rini.
"Iya Kakak Guru Rini" Serempak murid menjawab penjelasan Kak Rini.
Semua murid meninggalkan tempat itu, dan Kak Rini juga. Dan aku hamper lupa, kalau Dita berpesan ingin dibelikan makan. Berbekal kecrek aku pergi ke jalanan ke tempat keramaian, dam banyak ku habiskan waktu ku di lampu merah. ku datangi setiap mobil yang menunggu lampu hijau menyala. Lirik demi lirik ku lantunkan, hingga perut terasa sangat perih. kulihat penghasilan ku saat ini, hasilnya lumayan. kusudahi mengamen hari ini, ini cukup untuk ku belikan nasi bungkus untuk Dita dan Ayah.
"Assalamualaikum ?"
"Waalaikum salam" Dita menjawab salam ku sambil berlari dan segera memeluk ku.
"Kak, mana nasi bungkusnya ?"
"Yahhh, kakak lupa dik"
"Yah kakak, padahal aku laper kak dari pagi belum makan apa-apa sama Ayah" Rengek Dita yang kecewa.
Ayah menangis melihat percakapan kita ber dua, entah apa yang membuat ayah menangis. "Dik kakak mu kan pulang sekolah bukan pulang bekerja" ayah menjelaskan pada Dita.
"Tapi kan Dita laper yah"
"Sudah-sudah, ini Dik kakak belikan kok kamu nasi bungkus". sambil ku keluarkan 2 bungkus nasi bungkus.
"iiiiiih kakak ini" Dita senang bercampur kesal.
"Haaha, kakak sengaja bikin kamu kesel dulu biar nanti makan nya lahap, sudah jangan nangis ih jelek kamu ini dik, ayo makan nasinya".
"Baik kak"
"Dito, dapat uang dari mana kamu?" Tanya ayah heran.
"Dito tadi mengamen yah, tenang uang itu halal kok yah, Dito tidak mencuri." jals ku sambil ku cium tangan ayah.
"Sykur lah, Ayah tidak mau kamu menjadi anak yang bandel ya To, ingat itu, kita orang miskin jangan kamu tambah kan penderitaan kita".
"Iya Ayah Dito mengerti, Dito tidak akan seperti itu, Ayah percaya sama ditto ya"
"Iya Ayah percaya sama kamu deh".
Dan Aku Dita dan Ayah makan dengan sangat lahap nya.
Selesai
Rating : 3
Cerpen Nasi Bungkus Untuk Dita
Nasi Bungkus Untuk Dita
Aku tak pernah mendapatkan apa yang aku inginkan, tapi mencoba untuk selalu berusaha untuk dapat mencapainya. Walau banyak keterbatasan tapi tidak aku jadikan keterbatasan sebagai alasan. Hidup ku hanya bergantung pada Payung dan Hujan, Kecrek dan Keramaian. Oya, namaku Dito, nama panjangku Dito Pratama. Umurku 11 tahun, aku berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah ku menderita kelumpuhan sekitar 2 tahun yang lalu, sedangkan Ibu, Ibu ku sudah lama meninggal saat aku duduk di kelas 1 SD, Ibu meninggal Dunia saat berusaha melahirkan adik ku yang sekarang ini dia berusia 5 tahun dan dia bernama Dita Dwi Permata.
Keadaan yang memaksa aku untuk menjadi tulang punggung di keluargaku. Pagi ini seperti biasa aku bangunkan Ayah dan Dita untuk shalat berjamaah. Kulihat begitu lelapnya Ayah dan Dita tidur, raut wajah Ayah yang lusuh membuat aku semakin semangat untuk selalu bisa membuat mereka bahagia, Dita dan Ayah tidur hanya di beralaskan kardus dan tikar yang ku beli sebulan yang lalu dari hasil celengan, dan berselimutkan sarung yang Ibu gunakan dulu saat melahirkan Dita Adik ku. "Yahhhh,,, bangun yuk, udah masuk waktunya shalat subuh yah !"
"Dik,, Bangun yuk sayang, kita shalat berjamaah, sebentar lagi waktu nya habis dik".
Kata ku sambil ku elus-elus kaki Ayah dan Dita.
"Iya nak, mari kita berjamaah, bangunkan Adik mu untuk segera bangun dan ambil air wudhu". jawab ayah. Dan aku coba bangunkan Dita sekali lagi.
"Dik bangun, ayo berjamaah".
"Emmmmmmm,,, aku masih ngantuk ka" Jawab Dita malas. "Dik kita shalat gak sampai 1 jam kok, sehabis shalat baru lah kamu lanjutkan tidur mu". sambungku, sambil ku buka sarung yang melekat di tubuh bocah kecil itu.
Dengan malas Dita pun bangun dan ikut berjamaah dengan Ayah dan Aku, setelah shalat selesai, di pertengahan do’a Aku meminta dan memohon pada Allah agar diberikan kemudahan untuk semua kesulitan ku, diberikan keberkahan dalam setiap langkah kaki ku, dan dimudahkan rejeki untuk menghidupi Ayah dan Adik ku. Oya, Aku tinggal disebuah gubuk sederhana tepatnya di bawah salah satu jembatan di Jakarta. Tempat ini yang orangtua ku tempati dari sejak sebelum aku dilahirkan. Dan aku belajr di sebuah sekolah khusu anak jalanan, dan yang mendirikan sekolah ini adalah para mahasiswa yang peduli akan nasib anak jalanan, tempatnya tak jauh dari rumah ku, sekolah itu belum lam berdiri, tempatnya terbuka yang masih menyatu dengan lingkunga. Meja dan peralatan sekolah mereka berikan Cuma-Cuma pada kami. kakak-kakak mahasiswa yang kami sebut sebagai guru sangan baik. Aku dan teman-teman ku sangat nyaman dan senang berad di tempat itu.
Jam sudah menunjukan pukul 09:00 waktunya aku berngkat sekolah. "Yah,, Dito berangkat ke sekolah yah"" sambil ku ulurkan tangan ku pada ayah dank u cium tangan nya.
"Iya Nak, kamu baik-baik disana ya, jangan nakal, hormati orang yang lebih tua dari mu, belajar yang bener perbaiki nasib kita, berikan contoh baik pada Adik mu" jelas Ayah. Mendengar ayah mengatakan hal itu jantungku berdebuk cepat ambisi semakin memuncak, itu sebuah motifasi untuk ku.
"Baik Yah, ditto faham dan Dito mengerti apa yang Ayah maksud" jawab ku dengan suara bergetar.
"Kak Dito pulang nya bawa makan untuk Dita dan Ayah ya" pinta Dita polos.
"Iya Dik insya Allah Kakak bawakan makan, mudah-mudahan ada rejeki untuk kita hari ini ya, dan kakak pesan pada mu jaga Ayah, Kakak gak akan lama kok".
"Iya kakak oke deh" jawab Dita tegas.
"Assalamualaikum" Aku pamit.
"Waalaikum salam hati-hati ya" jawab Ayah dan Dita
Sesampainya di sekolah ternyata teman-teman ku sudah banyak yang datang hanya aku yang belum datang, hari ini tidak biasanya Guru kami belum datang.
"ini belum masuk Farid ?" Tanya ku pada Farid teman ku.
"Belum nampaknya To, mungkin ada keperluan kampus kali" jawab Farid.
"oh, iya mungkin ya", sambil menunggu guru datang aku dan teman-teman belajar apa yang sudah di berikan oleh guru kami. sekitar pukul 09:30 barulah guru kami datang. Oya, Guru ku hari ini adalah Kak Rini, beliau masih berumur 19 Tahun, beliau adalah guru termuda kami, Cantik, Baik dan bersahaja.
"Assalamualaikum Adik-Adik ?".
"Waalakumsalam Kakak guru Rini", serentak kami menjawab salam nya.
"Aduhh, Kakak minta maaf ya, kakak telat, soalnya tadi ada kepentingan di kampus yang gak bisa kaka tinggalin adik-adik" Jelas Kak Rini.
Farid membisiki ku "tuh kan apa yang aku bilang tadi", "Iya Rid benar" jawab ku.
"Ayo adik-adik ayo mulai belajar kita, materi hari ini kakak ingin tahu cita-cita kalian dan dan motifasfi kalian, semua ditulis yang rapi ya, nanti dibacakan se orang-seorang ke depan"
"Baik kakak guru" semua murid serempak menjawab
"Ada yang di tanyakan untuk hal ini"
"Kak sebanyak apa ?" Tanya salah satu teman ku.
"Sebanyak Cita-Cita mu dan sebanyak motifasi mu Dik Iyas" jawab kakak Rini lembut.
Semua murid terlihat antususias menanggapi tugas ini. dan aku menuliskan cita-cita dan motifasi ku :
Ayah, Ayah kini telah menjalankan ujian yang Allah berikan padanya,
Ibu pun telah pergi menghadap padanya yang maha kuasa,
Adik ku masih berumur 5 tahun, sering sekali Dita menanyakan Ibu pada ku dan Ayah, jawaban Ayah dan aku sama Ibu pergi jauh dik, dia sudah di surga.
Mereka yang terpenting dalam hidup ku, mereka semangat ku, mereka nafas ku, mereka raga ku dan mereka denyut nadi ku. Semua keadaan ini patut aku syukuri, bersyukur masih dapat menikmati indahnya kebersamaan, menatap senyum yang terpancar dari orang-orang yang ku sayang saja sangat membuat ku senang. Kebersamaan yang sederhana ini semoga selalu hdir dan temani setiap hari-hari ku. Dari kesederhanaan ini banyak menciptakan hal-hal positif, dan memotifasiku semakin yakin, kalau nasib masih bisa di rubah. Dari keterbatasan factor ekonomi aku dapat menjad seorang yang mandiri, Kreatif, Kritis, disiplin dan taan kepada perintah allah.
Cita-Cita ku dari kecil adalah, aku ingin menjadi seorang pengusaha yang sukses dan lancer, mejnadi bisnis man, yang dapat menciptakan banyak lapangan kerja, karna aku rasa penagngguran di jaman modern ini semakin banyak, agar tidak adalagi kriminalitas dan pengangguran. Dan aku selalu ingat nasihat yang Kakak guru berikan padaku yaitu "Berusaha untuk tidak menghitung kesulitan, karna jika terlalu sering menhitungnya, kemudahan akan terasa biasa saja".
Semua murid diminta unutk membacakan hasil tulisan mereka ke depan, setelah semua murid telah membacakan tulisan nya, giliran Dito.
"Dito, sekarang giliran kamu membacakan tulisan mu kedepan" perintah Kakak Guru.
karna sebelumnya aku belum pernah maju kedepan untuk membacakan tulisan ku, badan ku terasa panas dingin, jalan ku pun tak karuan, keringat bercucuran, dan lebih parahnya tangan ku bergetar saat membacakan tulisan nya. Kakak Guru melontarkan senyuman yang membuatku sedikit tenang.
"Dito, Luarbiasa sekali, tulisan dan cerita kamu sangat bagus, Kakak suka. Kamu cerdas" Kakak Guru mengacungkan jempol.
"Terimaksih kak". Jawab ku.
Pelajaran hari ini sudah selesai.
"Adik-adik belajar hari ini kita sudahi sampai sini saja ya, esok Kakak Singgih yang akan mengisi kegiatan belajar kalian, karna besok Kakak ada jam masuk kuliah!" jelas Kak Rini.
"Iya Kakak Guru Rini" Serempak murid menjawab penjelasan Kak Rini.
Semua murid meninggalkan tempat itu, dan Kak Rini juga. Dan aku hamper lupa, kalau Dita berpesan ingin dibelikan makan. Berbekal kecrek aku pergi ke jalanan ke tempat keramaian, dam banyak ku habiskan waktu ku di lampu merah. ku datangi setiap mobil yang menunggu lampu hijau menyala. Lirik demi lirik ku lantunkan, hingga perut terasa sangat perih. kulihat penghasilan ku saat ini, hasilnya lumayan. kusudahi mengamen hari ini, ini cukup untuk ku belikan nasi bungkus untuk Dita dan Ayah.
"Assalamualaikum ?"
"Waalaikum salam" Dita menjawab salam ku sambil berlari dan segera memeluk ku.
"Kak, mana nasi bungkusnya ?"
"Yahhh, kakak lupa dik"
"Yah kakak, padahal aku laper kak dari pagi belum makan apa-apa sama Ayah" Rengek Dita yang kecewa.
Ayah menangis melihat percakapan kita ber dua, entah apa yang membuat ayah menangis. "Dik kakak mu kan pulang sekolah bukan pulang bekerja" ayah menjelaskan pada Dita.
"Tapi kan Dita laper yah"
"Sudah-sudah, ini Dik kakak belikan kok kamu nasi bungkus". sambil ku keluarkan 2 bungkus nasi bungkus.
"iiiiiih kakak ini" Dita senang bercampur kesal.
"Haaha, kakak sengaja bikin kamu kesel dulu biar nanti makan nya lahap, sudah jangan nangis ih jelek kamu ini dik, ayo makan nasinya".
"Baik kak"
"Dito, dapat uang dari mana kamu?" Tanya ayah heran.
"Dito tadi mengamen yah, tenang uang itu halal kok yah, Dito tidak mencuri." jals ku sambil ku cium tangan ayah.
"Sykur lah, Ayah tidak mau kamu menjadi anak yang bandel ya To, ingat itu, kita orang miskin jangan kamu tambah kan penderitaan kita".
"Iya Ayah Dito mengerti, Dito tidak akan seperti itu, Ayah percaya sama ditto ya"
"Iya Ayah percaya sama kamu deh".
Dan Aku Dita dan Ayah makan dengan sangat lahap nya.
Selesai
Rating : 3
Cerpen ini dikirim oleh :
- Nama : Irna Melati
- Email : Irnamelati@rocketmail.com
- Facebook : Irna Melati
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment